Mengenal Sunda Banda Seascape

Sunda Banda Seascape (SBS) atau Bentang Laut Sunda Banda (BLSB) adalah kawasan geologis dan geografis yang berada dalam area Segitiga Terumbu Karang Dunia.  Dengan luas perairan lebih dari 151 juta hektar, SBS meliputi perairan dan beberapa kepulauan, mulai dari Bali hingga wilayah Nusa Tenggara, sampai ke Maluku Tenggara, lalu ke utara meliputi sisi selatan dan timur Pulau Sulawesi.

SBS terletak pada pertemuan Samudera Pasifik Barat dan Samudera Hindia dan memiliki hampir 7.500 pulau. Sehingga, kawasan SBS sangat strategis dan mendukung ribuan biota laut yang melimpah di dalamnya.

Kawasan SBS mencakup 7 provinsi dan lebih dari 16 juta penduduk pesisir. Masyarakat pesisir di SBS menggantungkan hidup pada sumber daya laut untuk memenuhi kebutuhan protein dan sumber mata pencaharian. Sumber daya lautnya memberikan nilai ekonomi untuk masyarakat melalui perikanan tangkap, budi daya, transportasi, dan pariwisata bahari.

Sunda Banda Seascape

Sunda Banda Seascape (SBS) atau Bentang Laut Sunda Banda (BLSB) adalah kawasan geologis dan geografis yang berada dalam area Segitiga Terumbu Karang Dunia.  Dengan luas perairan lebih dari 151 juta hektar, SBS meliputi perairan dan beberapa kepulauan, mulai dari Bali hingga wilayah Nusa Tenggara, sampai ke Maluku Tenggara, lalu ke utara meliputi sisi selatan dan timur Pulau Sulawesi.

Ancaman pada Bentang Laut Sunda Banda

Menopang hidup masyarakat pesisir, perairan SBS mendapat tekanan besar dari aktivitas manusia. Kaya akan sumber daya kelautan dan perikanan, SBS memiliki kerentanan cukup tinggi sehingga mengalami penurunan produktivitas. Hal ini disebabkan oleh berbagai hal, di antaranya:

  • Pemanfaatan perikanan yang berlebihan (overexploited) dan praktik perikanan tidak bertanggung jawab (Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing/IUU Fishing)
  • Peningkatan volume sampah (waste)
  • Perubahan iklim (climate change)

Konservasi Bersama untuk Sunda Banda Seascape

Berbagai inisiatif untuk melestarikan lingkungan laut telah dilaksanakan berbagai pihak untuk mengurangi kerusakan, memperbaiki lingkungan, dan mengubah tingkah laku manusia agar sumber daya bisa tetap dimanfaatkan secara berkelanjutan.

Status kekayaan alam SBS, laju degradasi, aktivitas manusia, baik yang merusak maupun upaya perlindungan laut, harus terus diamati secara berkala untuk memastikan bahwa kerusakan lingkungan dapat dikurangi dan pemanfaatan sumber daya dapat dikelola dengan baik.

Kerja mitra di SBS melibatkan berbagai cabang ilmu, bersinggungan dengan berbagai aspek seperti kebijakan, pemantauan dan evaluasi, pengembangan komunitas, kampanye, pendidikan, dan lain-lain.

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), akademisi, dan swasta kini pun telah aktif berkolaborasi dan mendukung berbagai kegiatan untuk membantu pemerintah Indonesia dalam mencapai target perbaikan lingkungan di wilayah SBS.

Perlindungan Keanekaragaman Hayati Laut

Perlindungan terhadap keanekaragaman hayati laut bertujuan untuk menjaga kekayaan keanekaragaman hayati dan kesehatan ekosistem laut, juga untuk pelestarian dan pengelolaan habitat penting. Hal ini agar keanekaragaman hayati dapat terpelihara dengan baik dan mendukung perikanan berkelanjutan.

Perlindungan keanekaragaman hayati laut dilakukan dengan pembentukan dan pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) dan perlindungan spesies laut. KKP dibentuk untuk melindungi habitat kritis di SBS, yaitu terumbu karang, lamun, dan mangrove. Saat ini tercatat sebesar 47% terumbu karang, 28.6% lamun, dan 39.8% mangrove dari total luas habitat kritis di SBS telah dilindungi (Sumber: Laporan SBS Dashboard).

Untuk memaksimalkan manfaat KKP, solusi terbaik adalah mendorongkan agar KKP-KKP tunggal yang berada dalam satu kawasan untuk saling berjejaring (Gaines et al., 2010). KKP akan berfungsi secara optimal apabila ada hubungan yang baik dengan KKP lainnya untuk mendukung penyebaran dan perlindungan sumber daya larva ikan dan biota laut lainnya.

Pengelolaan KKP juga melibatkan masyarakat adat melalui skema Indigenous and Community Conserved Areas (ICCAs), pengelolaan kawasan konservasi berbasis adat sebagai sistem pengelolaan perikanan berbasis kearifan lokal dalam mengatur dan membatasi pemanfaatan sumber daya alam.

Pengurangan Jejak Ekologi

Dalam memanfaatkan sumber daya alam, manusia harus dapat mengukur jejak ekologi yang ditimbulkan, yaitu proporsi penggunaan sumber daya dan kemampuan bumi menampung limbah dari populasi manusia. Alat ukur ini menjadi penting untuk mengetahui apakah kegiatan konsumsi yang kita lakukan masih dalam batas daya dukung lingkungan atau sudah melewatinya.

Pengurangan jejak ekologi penting demi peningkatan efektivitas pengelolaan wilayah laut dan pesisir di SBS. Praktik perikanan harus dilakukan dengan bertanggung jawab demi menjaga keberlanjutan dan ketahanan pangan nasional, serta peningkatan nilai ekonomi laut bagi devisa negara dan kesejahteraan masyarakat. Pengurangan jejak ekologi ditempuh dengan pendekatan transformasi praktik dan bisnis perikanan, dan pariwisata bahari yang bertanggung jawab.